14 Januari 2012

“TUGAS”
“BAHASA JAWA”




Anggota kelompok:
v Machfudz yuda.p                       (21)                ix b
v Mukti kurniawan                       (23)                ix b
v Totok harianto                          (32)                ix b


SMP NEGERI 3 COLOMADU
2011/2012

“PURWAKA”

   Puji syukur Alhamdulillah katur dhumateng ngarsanipun gusti allah ingkang maha agungingkang sampun paring pitedah saha kegiatan setamah kula sakanca ngarampungaken tugas “BAHASA JAWA”(upacara adat).
    Ancasing manah upacara adat jawa minangka kangge ngelengake kepriye lan apa wae adat jawa kuwi. Lan tata cara upacara adat jawa.
   Wondene isining piwulang ngemot babagan:
1)macem-macem upacara adat jawa.
2)istilah upacara adat jawa.
3)tata cara adat jawa.
   Kula nglenggana bilih tugas basa jawa tesih kathah kekirangan saha kalepatanipun,pramila kula lan kanca-kanca nampi kanthi bingahing manah sedaya saran saha panyaruwe ingkang tumuju murih  sampurnanipun tugas menika.
   Mekaten aturkula sedaya kalepatan saha kekurangan nyuwun agunging pangapunten.



















Daftar isi:


Cover……………………………………………………...  1       
Purwaka…………………………………………………..  2    
Pandahuluan……………………………………………..  3    
Aqiqahan (basa Indonesia)……………………………..  4     
Ijab Kabul (basa Indonesia)…………………………….  9     
Midodareni (basa Indonesia)…………………………...  10     
Tumplak punjen (basa Indonesia)……………………..   12      
Upacara kematian (basa Indonesia)…………………..  14    
Tedak siti (basa Indonesia)…………………………….   20    
Aqiqahan (basa jawa)……………………………………  24     
Ijab Kabul (basa jawa)…………………………………..  25   
Midodareni (basa jawa)…………………………………  26   
Tumplak punjen (basa jawa)…………………………… 27 
Upacara kematian (basa jawa)………………………… 28 
Tedak siti (basa jawa)…………………………………...  30 
Khitanan (basa jawa)….………………………………… 31
Bersih desa (basa jawa)………………… ……………..  32
Tumpeng (basa jawa)……………… …………………..  34
Mendhem ari ari (basa jawa)………… ………………..  36
Sesajen (basa jawa)…… …… ………………………...  37
Nyadran (basa jawa)……………………… …………....  38
Wunggah wuwungan (basa jawa)……………… ……..  39
Panutup..…………..…………………………………...... 40



“PANDAHULUAN”


   Buku niki isinipun ringkesaning saha tugas BAHASA JAWA ingkang tujuanipun saged mbiyantu utawi migunani para siswa saha guru ingkang angayahi ing pawiyatan.Inggih kanthi pangajab kalawau isinipun buku karakit kados ngandap upacara adat jawi.














“AQIQAHAN”




Hari ini mungkin hari yang berbahagia bagi keluargaku tapi bagi diriku ada sedikit kesedihan. Tepat 21 hari kelahiran putri pertamaku Nabila Nur Zahra. Disaat istri dan keluarga sedang melaksanakan prosesi aqiqahan dibandung, diriku nggak bisa hadir. Hari ini ada ujian akhir semester di kampus yang harus aku ikuti. Tapi yang jelas semuanya sudah diatur beberapa hari sebelum hari H, sehingga walaupun diriku nggak hadir acaranya tetap jalan dan kambing aqiqahan bisa dibagikan ketetangga dan fakir miskin yang ada disekitar rumah. Kebetulan karena tidak ingin merepotkan ayah dan mama, aku harus pesan kambing yang sudah siap disajikan ( dijadikan sate dan gulai siap saji ) dari Dompet Sosial Ummul Quro Bandung.
Saya ingin sedikit sharing mengenai pentingnya aqiqahan bagi sebuah keluarga muslim dengan kehadiran buah hatinya, baik itu laki-laki maupun perempuan. 14 abad yang lalu Rasulullah SAW sudah memberi contoh bagaimana prosesi aqiqahan dilaksanakan.
1. Makna Aqiqah
Description: goats.jpgAqiqah adalah sebuah kegiatan menyembelih hewan ternak yaitu kambing/domba sebagai rasa kesyukuran kita kepada Alloh SWT atas karunia anak laki-laki atau perempuan. Hukumnya adalah Sunnah bagi orang tua atau wali dari anak tersebut. dalam hadits dinyatakan Rasulullah SAW bersabda: “Setiap yang dilahirkan tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan dicukur rambutnya serta diberi nama” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan) Pelaksanaannya bisa dihari ketujuh, empat belas dan dua puluh satu atau pada hari-hari yang lainnya yang memungkinkan. Nah kemudian muncul pertanyaan, gimana kalau mengaqiqahi orang yang sudah dewasa, karena saat kecil belum ada dana atau tidak sempat untuk menyelenggarakannya
Satu ketika al-Maimûni bertanya kepada Imam Ahmad, “Jika ada orang yang belum diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?” Imam Ahmad menjawab, “Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh.”
Para pengikut Imam Syafi’i juga berpendapat demikian. Menurut mereka, anak-anak yang sudah dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya, dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah sendiri.” 
[1]
Kemudian mengenai jumlahnya adalah kita bisa menyitir hadits Rasullullah “Dari Ummi Kurz Al-Ka’biyyah, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang berdekatan umurnya dan untuk anak perempuan satu ekor kambing” (HR. Ahmad 6/422 dan At-Tirmidzi 1516)
Aqiqah memiliki tujuan untuk meningkatkan jiwa sosial dan tolong-menolong sesama tetangga di lingkungan sekitar, menanamkan jiwa keagamaaan pada anak, sebagai tanda syukur kita kepada Allah SWT atas segala nikmat dan rejeki yang diberikan kepada kita selama ini. [2]
Dalam pelaksanaan aqiqah sebaiknya dilakukan sendiri oleh orang tua bayi. Kalau ingin menitipkannya kepada orang lain, kita harus yakin bahwa hal tersebut dilakukan sesuai dengan tuntutan syari’ah. Jangan sampai kita menitipkan sejumlah uang kepada suatu lembaga atau perorangan, kemudian uang tersebut dibagikan langsung sebagai pengganti daging. Praktek yang demikian tentunya tidak sesuai dengan tuntunan sunnah yang mensyaratkan adanya penyembelihan hewan dalam pelaksanaan aqiqah. [3]
2. Mencukur Rambut
Mencukur rambut bayi merupakan sunah Mu’akkad, baik untuk bayi laki-laki maupun bayi perempuan yang pelaksanaannya dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran dan alangkah lebih baik jika dilaksanakan berbarengan dengan aqiqah.
Faedah dari mencukur rambut bayi tersebut, Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Mencukur rambut adalah pelaksanaan perintah Rasulullah SAW untuk menghilangkan kotoran. Dengan hal tersebut kita membuang rambut yang jelek/lemah dengan rambut yang kuat dan lebih bermanfaat bagi kepala dan lebih meringankan untuk si bayi. Dan hal tersebut berguna untuk membuka lubang pori-pori yang ada di kepala supaya gelombang panas bisa keluar melaluinya dengan mudah dimana hal tersebut sangat

bermanfaat untuk menguatkan indera penglihatan, penciuman dan
pendengaran si bayi” (Athiflu Wa Ahkamuhu, hal 203-204)
Kemudian rambut yang telah dipotong tersebut ditimbang dan kita disunahkan untuk bersedekah dengan perak sesuai dengan berat timbangan rambut bayi tersebut. Ini sesuai dengan perintah Rasulullah SAW kepada puterinya fatimah RA :
“Hai Fatimah, cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak sesuai dengan berat timbangan rambutnya kepada fakir miskin” (HR Tirmidzi 1519 dan Al-Hakim 4/237)
Dalam pelaksanaan mencukur rambut, perlu diperhatikan larangan Rasulullah SAW untuk melakukan Al-Qaz’u, yaitu mecukur sebagian rambut dan membiarkan yang lainnya (HR. Bukhori Muslim). Ada sejumlah gaya mencukur rambut yang termasuk Al-Qaz’u tersebut :
·  Mencukur rambut secara acak di sana-sini tak beraturan.
·  Mencukur rambut bagian tengahnya saja dan membiarkan rambut di sisi kepalanya.
·  Mencukur rambut bagian sisi kepala dan membiarkan bagian tengahnya
·  Mencukur rambut bagian depan dan membiarkan bagian belakan atau sebaliknya.
3. Pemberian Nama
Nama bagi seseorang sangatlah penting. Ia bukan hanya merupakan identitas pribadi dirinya di dalam sebuah masyarakat, namun juga merupakan cerminan dari karakter seseorang. Rasululloh SAW menegaskan bahwa suatu nama (al-ism) sangatlah identik dengan orang yang diberinama (al-musamma)
Dari Abu Hurairoh Ra, dari Nabi SAW beliau bersabda: “Kemudian Aslam semoga Alloh menyelamatkannya dan Ghifar semoga Alloh mengampuninya” (HR. Bukhori 3323, 3324 dan Muslim 617)
Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia akan mendapatkan bahwa makna-makna yang terkandung dalam nama berkaitan dengannya sehingga seolah-olah makna-makna tersebut diambil darinya dan seolah-olah nama-nama tersebut diambil dari makna-maknanya. Dan jika anda ingin mengetahui pengaruh nama-nama terhadap yang diberi nama (Al-musamma) maka perhatikanlah hadis di bawah ini:
Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya Ra, ia berkata: Aku datang kepada Nabi SAW, beliau pun bertanya: “Siapa namamu?” Aku
jawab: “Hazin” Nabi berkata: “Namamu Sahl” Hazn berkata: “Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku” Ibnu Al-Musayyib berkata: “Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami setelahnya” (HR. Bukhori 5836) (At-Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al-’Isawiy hal 65)
Oleh karena itu, Rasululloh SAW memberikan petunjuk nama apa saja yang sebaiknya diberikan kepada anak-anak kita. Antara lain:
Dari Ibnu Umar Ra ia berkata: Rasululloh SAW telah bersabda: “Sesungguhnya nama yang paling disukai oleh Alloh adalah Abdulloh dan Abdurrahman” (HR. Muslim 2132)
Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau bersabda: “Namailah dengan namaku dan jangnlah engkau menggunakan kun-yahku” (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)
Mengenai pelaksanaannya kita bisa mengundang para tetangga dalam syukuran aqiqahan ini atau membagi-bagikan daging aqiqah kepada mereka. Dengan sendirinya ini juga merupakan proses memperkenalkan jabang bayi yang baru lahir kepada tetangga.
Mungkin ini sekilas pengetahuan tentang aqiqah dan tatacara pelaksanaannya, semoga bisa menjadi wawasan bagi yang akan melaksanakan aqiqahan. saya juga berharap keluarga dibandung dan proses aqiqah anak saya diridhoi dan diberkahi Alloh SWT.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.














 “Ijab Kabul”



 merupakan ucapan dari orangtua atau wali mempelai wanita untuk menikahkan putrinya kepada sang calon mempelai pria. Ijab kabul sebenarnya bukan hanya dikenal dalam upacara akad nikah, tetapi juga dalam jual beli. Yakni ketika si penjual dan pembeli melakukan transaksi dan kesepakatan. Lebih mudahnya ijab kabul adalah ucapan sepakat antara kedua belah pihak. Orang tua mempelai wanita melepaskan putrinya untuk dinikahi oleh seorang pria. Sedangkan mempelai pria menerima mempelai wanita untuk dinikahi.
Pemilihan bahasa untuk pengucapan ijab kabul diputuskan oleh sang calon mempelai pria. Di beberapa adat suku Indonesia, penggunaan bahasa Arab dirasakan lebih utama ketimbang bahasa Indonesia. Meskipun pemilihan bahasa sama sekali tidak berpengaruh terhadap keabsahan ijab kabul akad nikah. Barangkali pemilihan bahasa lebih dipengaruhi oleh budaya dan harga diri.
Bahasa Indonesia
Dalam bahasa Indonesia, pernyataan ijab kurang lebih sebagai berikut:
Saya nikahkan engkau, xxxx <nama calon mempelai pria> bin yyyy <nama ayah calon mempelai pria> dengan ananda xxxx <nama calon mempelai wanita> binti yyyy <nama ayah calon mempelai wanita>, dengan mas kawin zzzz <semisal: perhiasan emas 18 karat seberat 20 gram> dibayar <tunai/hutang>
Pernyataan di atas harus segera dijawab oleh calon mempelai pria, tidak boleh ada jeda waktu yang signifikan (sehingga bisa disela dengan pengucapan kabul oleh pihak selain calon mempelai pria), yaitu:
Saya terima nikahnya xxxx <nama calon mempelai wanita> binti yyyy <nama ayah calon mempelai wanita> dengan mas kawin tersebut dibayar <tunai/hutang>
Contoh
Nama-nama di bawah ini merupakan contoh yang sengaja dipilih untuk memudahkan pemahaman artikel
§  Calon mempelai pria    : Budi Setiawan
§  Ayah mempelai pria    : Darmawan Setiawan
§  Calon mempelai wanita: Anita
§  Ayah mempelai wanita : Badrun
Ijab yang diucapkan Bp. Badrun ingin menikahkan putrinya sendiri (tanpa diwakilkan):
Saya nikahkan engkau, Budi Setiawan bin Darmawan Setiawan, dengan putri saya, Anita binti Badrun dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai sejumlah Rp 112.000 dibayar tunai ...
Maka, mas Budi Setiawan harus mengucapkan kabul (menjawab) dengan segera (kalau bisa dalam satu nafas):
Saya terima nikahnya, Anita binti Badrun dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.
Setelah mas Budi Setiawan mengucapkan kabul, para saksi mengecek apakah pengucapan ijab dan kabul ini tidak diselingi oleh pernyataan lain. Dengan kata lain, ucapan ijab dari wali mempelai wanita dengan kabul dari mempelai pria harus sambung menyambung tanpa putus, tanpa ada jeda. Jika para saksi menganggap ijab dan kabulnya sambung menyambung, maka biasanya mereka menetapkan bahwa akad nikah yang barusan dilakukan adalah sah, dengan mempertimbangkan terpenuhinya persyaratan rukun nikah.





“Midodareni”



Midodareni berasal dari kata dasar widodari (Jawa) yang berarti bidadari yaitu putri dari sorga yang sangat cantik dan sangat harum baunya.
Midodareni biasanya dilaksanakan antara jam 18.00 sampai dengan jam 24.00 ini disebut juga sebagai malam midodareni, calon penganten tidak boleh tidur.
Saat akan melaksanakan midodaren ada petuah-petuah dan nasihat serta doa-doa dan harapan yang di simbulkan dalam:
§  Sepasang kembarmayang (dipasang di kamar pengantin)
§  Sepasang klemuk ( periuk ) yang diisi dengan bumbu pawon, biji-bijian, empon-empon dan dua helai bangun tulak untuk menutup klemuk tadi
§  Sepasang kendi yang diisi air suci yang cucuknya ditutup dengan daun dadap srep ( tulang daun/ tangkai daun ), Mayang jambe (buah pinang), daun sirih yang dihias dengan kapur.
§  Baki yang berisi potongan daun pandan, parutan kencur, laos, jeruk purut, minyak wangi, baki ini ditaruh dibawah tepat tidur supaya ruangan berbau wangi.
Adapun dengan selesainya midodareni saat jam 24.00 calon pengantin dan keluarganya bisa makan hidangan yang terdiri dari :
§  Nasi gurih
Ø  Sepasang ayam yang dimasak lembaran ( ingkung, Jawa )
Ø  Sambel pecel, sambel pencok, lalapan
Ø  Krecek
Ø  Roti tawar, gula jawa
Ø  Kopi pahit dan teh pahit
Ø  Rujak degan
Ø  Dengan lampu juplak minyak kelapa untuk penerangan (zaman dulu)


“Tumplak Punjen”
Mantu si Bungsu:


Pengertian:

Pada saat seseorang menikahkan (atau dalam bahasa Jawa disebut "mantu") anaknya yang terakhir maka secara adat Jawa ada tata laksana yang menandai "mantu terakhir" tersebut yaitu acaraTumplak Punjen. Penegrtian mantu ada yang berpendapat hanya untuk menikahkan anak wanita saja, tetapi ada juga yang berpendapat menikahkan anak laki - laki juga disebut "mantu".
Tumplak artinya tumpah (keluar semua) karena wadah ditumpahkan.Ditumplak artinya ditumpahkan, dikeluarkan semua (Poerwodarminta, 1939: 614). Punjen artinya dipanggul. Yang dipanggul adalah tanggung jawab, yakni tanggung jawab orangtua terhadap anak. Tumplak punjen artinya semua anak yang dipunji(menjadi tanggung jawab orangtua) telah dimantukan (ditumpak). Secara umum upacara Tumplak Punjen adalah dengan cara menumpahkan punjen (pundi - pundi) yang berisi peralatan tumplak punjen.


Tujuan dan Makna

a, Tasyakur (puji syukur) kepada Allah SWT, karena telah menuntaskan tanggung jawab untuk menikahkan putrinya
b. Memberitahukan kepada kerabat bahwa tugas untuk menikahkan putrinya telah selesai
c. Memberutahu kepada anak bahwa tugas orangtua telah selesai
d. Tanda cinta kasih orangtua kepada anak
e. tanda bakti anak kepada orangtua (ditandai dengan sungkeman)
f. Teladan agar suka bersedekah kepada sesama.
g. Harapan dan doa orangtua untuk kebahagiaan anak cucu.

Pelaksanaan

Tumplak punjen dilakukan pada rangkaian acara Panggih Penganten, yaitu sebelum Besan Mertui atau Mapag Besan (menjemput Besan). Adapaun tata laksananya adalah sbb:
a. Sambutan dari wakil putra putri yang ditujukan untuk bapak ibu
b. Jawaban dari bapak ibu
c. Sungkeman, mulai dari anak sulung sampai ke anak bungsu (penganten) beserta pasangan masing - masing (menantu). Saat sungkem orang tua memberikan katung kecil yang berisi biji - bijian, beras kuning, empon - empon, bunga sritaman, dan uang logam. Boleh juga berupa hadiah yang lebih besar nilainya (misal : perhiasan). Kantung - kantung kecil tersebut diambil dari bokor kencana (bokor keemasan). Isi bokor selengkapnya adalah : kantung - kantung kecil, biji - bijian (beras kuning, kedele, jagung, empon - empon, kembang sritaman, dan uang. Isi bokor tersebut biasa juga disebut udhik - udhik.
d. Setelah sungkeman selesai, orangtua menyebar isi bokor (udhik - udhik) dan semua anak cucu dan para tamu, boleh berebut. Udhik - udhik agar disisakan sedikit untuk tata laksana berikutnya.
e. Sisa udhik - udhik ditumplak (ditumpahkan) di depan pelaminan.
f. Selesa




“UPACARA KEMATIAN”


Kehidupan di alam fana dimulai sejak kelahiran, dan diakhiri dengan kematian. Dalam tradisi Jawa, kematian merupakan awal dari suatu kehidupan baru, yaitu kehidupan di alam baka. Kematian merupakan suatu kejadian yang wajar dan tidak perlu dikuatirkan.   “Wong wani urip kudu wani mati” , atau orang (yang) berani hidup, (juga) harus berani mati.
Orang yang sudah meninggal, tetap ‘hidup’ dalam fikiran orang Jawa, khususnya dalam fikiran anak cucu, dan kerabatnya. Ada acara nyadran, atau tilik kubur , yang dilakukan sebelum bulan puasa, dengan mengunjungi makam dan berdoa di sana. Dari dua kamus, ada kata sadran yang berarti bulan sya'ban (Kalender Hijriyah, sebelum Ramadhan/ puasa). Nyadran memang dilakukan sebelum puasa, yaitu pada bulan Ruwah . Kata ruwah seakar kata dengan arwah . Selain itu, dulu, di Jawa, umat Hindu melakukan upacara sraddha untuk mengenang arwah leluhur. Ini berarti mungkin ada pengembangan makna, dari kata sraddhadan sadran .  
Ada juga acara haul (ada yang melafalkan dengan khol atau kol ), yaitu mengunjungi makam setiap tahun wafatnya, sambil mengirim doa.  Beberapa orang, bahkan, memohon berkah pada orang yang sudah wafat. Menurut saya, ini tidak benar, karena orang yang sudah wafat sudah putus amalnya, tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Justru yang masih hidup harus mendoakan agar dosa almarhum/ almarhumah diampuni, dan  agar dapat diterima di sisi Tuhan. 
Dalam Tradisi Jawa, ada beberapa upacara sejak kematian sampai 1000 hari setelah kematian, semuanya bermaksud mengembalikan Si Mati pada Kang Murbeng Dumadi (Sang Maha Pencipta). Tradisi Jawa juga menerima tradisi agama dalam upacara kematian.

1. Disirami
Jenazah disirami atau dimandikan dengan air yang diberi kembang telon . Selain membersihkan seluruh tubuh, rambut juga dibersihkan (keramas). Jika yang wafat laki-laki, yang memandikan juga laki-laki, sebaliknya jika yang meninggal wanita, yang memandikan juga wanita. Memandikan jenazah harus khidmad, tidak bersenda gurau.

2. Pemakaian penutup tubuh
Setelah disirami, diberi penutup tubuh atau pakaian. Orang Islam dikafani, sedang Katolik atau Kristen dengan pakaian biasa (bisa pakaian adat Jawa, pakaian barat, dan sebagainya).

3. Doa
Setelah diberi penutup tubuh, jika yang wafat beragama Islam, di-shalati (shalat jenazah); yang beragama Katolik atau Kristen dilakukan misa jenazah dan pemberkatan minyak suci. Setelah itu, dimasukkan peti jenazah. Dulu, jenazah tidak dimasukkan ke dalam  peti, tetapi dimasukkan ke dalam bandosa (tandu untuk jenazah).

4. Brobosan
Dalam upacara brobosan , peti jenazah atau bandosa , dipikul, lalu isteri atau suami, anak, menantu, cucu, dan sebagainya melewati bagian bawahnya. Dilihat dari atas, mbrobos searah dengan jarum jam, dilakukan tiga kali. Maksud acara ini adalah untuk memberi penghormatan terakhir.

5. Bedah bumi
Bedah bumi adalah saat dimulainya penggalian makam. Sebelum menggali makam salah seorang anggota keluarga memimpin doa, agar selama penggalian makam tidak ada halangan. Dulu, disiapkan nasi tumpeng untuk penggali makam.

6. Sur bumi
Sur bumi adalah saat jenazah sudah selesai dimakamkan dan ditimbun tanah.Sur  berarti 1) memasukkan ke dalam api, 2) merebut tempat. Juga, dulu, disiapkan nasi tumpeng untuk penggali makam. Sekarang, jarang yang menyiapkan nasi tumpeng, melainkan di-tebas mentah .

7. Pecah gendeng
Pecah gendeng atau memecah genting, dilakukan jika wafat terjadi pada hari Sabtu. Konon, agar yang wafat tidak ‘nggeret ’ atau menarik orang lain ikut wafat. Genting dipecah di depan peti atau bandosa , sebelum berangkat menuju makam.

8. Melepas ayam
Jika yang wafat masih punya anak kecil (jadi, meninggalkan suami atau isteri menjadi duda atau janda), seekor ayam dilepaskan. 

9. Gagar mayang
Jika yang wafat masih jejaka atau gadis, dibuat dua gagar mayang . Gagarmayang ikut dibawa ke makam, dan ditinggalkan di sana.

10. Selamatan
Ada serangkaian selamatan, yang dilakukan setelah wafat 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, mendak-1, mendak-2,  dan 1000 hari. Prinsip selamatan atau kendurenadalah mengirim doa pada yang sudah meninggal, mohon agar diampuni dosa-dosanya, diterima Tuhan, dan dimaafkan oleh sesama. Biasanya, pada penganut Agama Islam, pada selamatan itu diundang tetangga, saudara, atau teman untuk mengadakan tahlilan.
Jika meninggal pada tanggal 1, maka kenduri 3-hari dilakukan pada tanggal (1+2) = tanggal 3; kenduri 7 hari dilakukan pada tanggal  (1+6 ) = tanggal 7, dan seterusnya. Perlu diketahui, selamatan tidak perlu dilakukan tepat pada hari jatuhnya, ada selang selama 5 (lima) hari. Kalau seharusnya kenduri tanggal 7, maka boleh dilakukan antara tanggal 5 sampai  tanggal 9. 
Agar lebih mudah, berikut disajikan tabel weton , yaitu hari dan pasaran . Tentu saja, diperlukan kalender yang ada pasarannya.
Perlu diketahui, selamatan tidak perlu dilakukan tepat pada hari jatuhnya, ada selang selama 5 (lima) hari. Kalau seharusnya kenduri tanggal 7, maka boleh dilakukan antara tanggal 5 sampai  tanggal 9. 

11. Perhitungan saat selamatan 
Banyak orang yang menghadapi kesulitan untuk menentukan kapan jatuhnya hari ke-3, ke-7, ke-40, dan seterusnya. Untuk membahas hal itu, ada baiknya difahami, berapa hari jarak antara dua weton yang berurutan. Misalnya, jarak (selisih) Minggu Wage ‘sampai’ Minggu Wage berikutnya adalah 35 hari, karena Minggu Wage yang kedua tidak dihitung. Dari Minggu Wage ‘sampai dengan’Minggu Wage berikutnya adalah 36 hari, karena Minggu Wage berikutnya dihitung.
Selamatan 3-hari dan 7-hari relatif mudah dihitung. Jika meninggal pada tanggal 1, maka kenduri 3-hari dilakukan pada tanggal (1+2 ) = tanggal 3; kenduri 7 hari dilakukan pada tanggal  (1+6 ) = tanggal 7.
Pada Tabel 1 berikut disajikan tabel weton , yaitu hari dan pasaran jatuhnya selamatan berdasar hari dan pasaran wafat. Hari dan pasaran ini merupakan acuan kapan dilakukan selamatan .

Tabel 1. Jatuhnya Hari dan Pasaran pada Selamatan 

Hari wafat
3 hari
7 hari
40 hari
100 hari
Mendak-1
Mendak-2
1000 hari
Senin
Rabu
Minggu
Jumat
Selasa
Kamis
Senin
Sabtu
Selasa
Kamis
Senin
Sabtu
Rabu
Jumat
Selasa
Minggu
Rabu
Jumat
Selasa
Minggu
Kamis
Sabtu
Rabu
Senin
Kamis
Sabtu
Rabu
Senin
Jumat
Minggu
Kamis
Selasa
Jumat
Minggu
Kamis
Selasa
Sabtu
Senin
Jumat
Rabu
Sabtu
Senin
Jumat
Rabu
Minggu
Selasa
Sabtu
Kamis
Minggu
Selasa
Sabtu
Kamis
Senin
Rabu
Minggu
Jumat
Pasaran wafat







Pahing
Wage
Pon
Legi
Legi
Kliwon
Wage
Legi
Pon
Kliwon
Wage
Pahing
Pahing
Legi
Kliwon
Pahing
Wage
Legi
Kliwon
Pon
Pon
Pahing
Legi
Pon
Kliwon
Pahing
Legi
Wage
Wage
Pon
Pahing
Wage
Legi
Pon
Pahing
Kliwon
Kliwon
Wage
Pon
Kliwon


Dari Tabel 1 dapat dilihat, bahwa selamatan 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari, jatuh pada pasaran yang  sama . Sebagai contoh, jika wafat pada pasaranPahing , maka selamatan 40 hari, 100 hari dan 1000 hari, semuanya semuanya jatuh pada Legi atau (Pasaran Wafat – 1) .
Untuk menghitung selamatan hari ke-40, ke 100, dan ke-1000, Tabel 2 berikut dapat membantu perhitungan.

Tabel 2. Perkiraan bulan dan tanggal hari ke-40, ke-100, dan ke-1000.

Hari ke-
Bulan
Tanggal

Bulan
Tanggal
40
B + 1
T + 9
atau
B + 2
T - 21
100
B + 3
T + 8
atau
B + 4
T – 22
1000
B – 3
T - 6
atau
      B - 4
T + 24

B + 9
T - 6
atau
B + 8
T + 24

Misalnya, ada orang wafat tanggal 1 Januari (tanggal 1, bulan 1), maka selamatan 40 hari jatuh pada bulan (1 + 1), tanggal (1 + 9), atau Februari tanggal 10. Rumus yang kanan, yaitu  (B + 2) dan (T - 21) tidak dapat dipakai. Jika wafat tanggal 22 Januari, dipakai rumus yang kanan, sehingga diperoleh bulan (1 + 2), yaitu Maret, tanggal (22 - 1), yaitu 21 Maret.
Tanggal dan bulan ini merupakan perkiraan, yang penting adalah hari dan pasaran (Tabel 1). Jika tanggal dan bulan tidak sesuai dengan hari dan pasaran, maka tanggalnya yang disesuaikan. 
Untuk menghitung mendak-2, mendak-1, dianggap sebagai hari wafat. Misalnya, wafat pada Senin Kliwon, maka mendak-1 jatuh pada Kamis Pon. Untuk menghitung mendak-2, Kamis Pon dianggap sebagai wafatnya. Jadi, mendak-2 jatuh pada Minggu Legi. 
Mendak-1, dilakukan pada:
(Hari Wafat + 354 hari) atau
          (Hari Wafat + 1 tahun kalender – 12 hari). 
Mendak-2, dilakukan pada
(Hari Wafat +  708 hari) atau
(Hari Wafat + 2 tahun kalender – 24 hari),atau 
          (Mendak-1 + 354 hari)












“TEDAK SITI”
Bagi orang tua, kelahiran seorang anak, baik pria maupun wanita adalah anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Semenjak didalam kandungan hingga kelahirannya, setiap orang tua selalu berharap agar kelak anak tersebut menjadi manusia yang berguna bagi Nusa Bangsa dan Agamanya.

Pengharapan orang tua kepada anaknya tersebut diwujudkan dalam bentuk upacara adat (adat Jawa) yang dimulai sejak bayi masih dalam kandungan Ibunya, hingga anak tersebut lahir. Salah satu bentuk perwujudannya adalah dengan Upacara Tedak Siti - Turun Tanah ketika anak sudah berusia 7 bulan.

Description: Picture-004
Upacara Tedak Siti itu sendiri memberi arti bahwa agar kelak anak tersebut setelah dewasa nanti kuat dan mampu berdiri sendiri dalam menempuh kehidupan yang penuh tentangan, untuk mencapai cita citanya

Rangkaian jalannya upacara :
Bayi dimandikan Banyu Gege – Air yang telah dijemur dibawah terik matahari. Banyu gege ditabur bunga talon sebagai symbol dari budi pekerti yang halus, kebijaksanaan dan keduniawian. Banyu gege le ndang gede – Sang bayi lekas besar

Bayi dimandikan oleh Ibu didampingi nenek dan penata acara (MC).Setelah berpakaian dilanjutkan dengan prosesi menginjak tanah.

Description: Picture-014

Kaki bayi diinjakan di tanah lalu diinjakkan pada juadah – ketan yang bewarna hitam, merah, kuning, hijau, putih. Semua warna mewakili nafsu manusia.

Description: Picture-016
Bayi dipanjatkan pada tangga yang terbuat dari tebu, melambangkan mangalahkan nafsu duniawi sehingga mencapai puncak kehidupan yang didasari Anteping Kelabu - hati yang mantap.

Description: Picture-006
Bayi kemudian dimasukkan kedalam kurungan yang telah diisi dengan berbagai macam benda seperti mainan, uang, buku, perhiasan, dll. Benda-benda tersebut memberikan symbol profesi atau mata pencaharian sang bayi kelak bila telah dewasa, hal ini dapat ditentukan setelah sang bayi telah mengambil benda yang dipilihnya.

Description: Picture-023


Ada pula beberapa pendukung acara berupa sesajen. Sesajen ini merupakan sarana keselamatan sang bayi, terdiri dari :

Tampah berisi jajanan pasar yang isinya bermacam jajanan pasar : buah buahan, pala gumantung - buah menggantung, pala kependem - buah didalam tanah, pala kesimpar - buah diatas tanah, umbi umbian. Melambangkan kesejahteraan Ibu Pertiwi.

Description: Picture-005
Tumpeng janganan, sesaji ini mengingatkan kepada saudara yang tak terlihat dari sang bayi, lazim disebut Kakang kawah adi ari ari

Umbul umbul dikanan dan kiri agar martabat sang bayi memumbung katas. Diakhiri dengan kidungan atau puji pujian yang merupakan pengharapan orang tuanya pada masa depan si bayi.












“AQIQAH”
   Aqiqah yaiku kegiatan mbelah kewan ternak yaiku wedus.kanngo sukure dewe marang allah swtsing wis ngaruniani anak lanang/wadon.hukume yaiku sunah kanggo wong tua utawa wali saka anak kuwi.pelaksanaaneisoh neng dino ke pitu pat belas utawa selikur utawa dina-dina sing liyane sing mestekke.
   Aqiqah duwe tujuan kanggo ningkatke jiwa sosial lan tulung tinulung karo tetangga,kanggo rasa sukur marang allah swt sing wis ngekei nikmat lan rejekising wis di kekne kanggo dewe’e .
   Pelaksanaan aqiqah kui apikke dilakoni dewe karo wong tua bayi.praktekke kui ora podo karo tuntunan sunah sing masyarakat anane panyembelihan kewan kanggo pelaksanaan aqiqah.
   Nyukur rambut kuwi sunah mu’akkadnyukur rambut kuwi podo karo awake dewe nguwak rambut sing elek.kui kanggo mbuka bolongan pori-pori sing ana ning sirah supaya gelombang panas isoh metu. Kui manfaate kanggo nguatke indra pengliatan,penciuman,lan pendengaran bayi.
   Pewenehan jeneng,iku uduk gor kanggo identitas pribadi,nanging kanggo nyerminke karakter bayi.
  Mungkin iki mung sekilas saka aqiqah lan tata cara adat,semaga bias dadi wawasan sing arep nglaksanakake.







“Ijab Kabul”

        Ijab Kabul yaiku ucapan saking wong tua utawa wali mempelai wadon.kangge nikahake anake ingkang wadon kalian calon mempelai lanang .ijab Kabul sabenere ing upacara akhad nikah nanging ana ing adol lan tinuku.yaiku wong dodol lan wong kang tuku lagi ngadakake transaksi lan kesepakatan.Ijab Kabul yaiku ucapan sepakat saking kalih pihak wong tuo sing wadon kang ngiculake anake wadon kangge digantekake kalian anak lanang. Lan calon lanang nrima calon wadon kanngo di nikahake.
       Ingkang milih basa  kngge ijab Kabul yaiku calon sing lanang.








“MIDODARENI”
   Midodareni saking kata dasar WIDODARI (JAWA) kanga rtine bidadari yaiku putri saking surge ingkang ayu banget lan ambune wangi.
   Midodareni dilaksanakake awetan jam 18.00 nganti jam 24.00 niki malam midodareni calon panganten mboten etuk turu.
  Ingkang ameh miwiti midodaren ana petuah lan nasihat lan doa doa utawa panjaluk kang disimbulkake yaiku:
1)sepasang kembar mayang
2)sepasang klemuk kang di isi bumbu pawon  isi buah,empon empon,lan 2 godong bangun tolak kangge nutupi klemuk mau.
3)seppasang kendi kang di isi banyu suci kang apik maneh di tutupi kangge godong dada ksrep,mayong jambe,godong sirih kang dilengkapi ngangge kapur.
4)baki kang di isi cacahan godong pandan parutan kencur,laos,jeruk purut minyak wangi. Baki iku di selehkakae ngisor amben.
   Sawise midodaren wis rampung jam24.00calon penganten lan kaluargo bias mangan  panganan kang wis di sediakake yaiku:
-sego gurih
-sepasang pitik kang di masak ingkang dimasak ingkung.
-sambel pecel,sambel pencok,lalapan.
-roti tawar, gula jawa.
-kopi pahit lan the pahit.
-rujak degan

“TUMPLAK PUNJEN”

   Tumplak punjen yaiku latalaksana kang nandai”mantu keri dewe”.
   Tumplak yaiku tumpah.Punjen yaiku di punggul.
Tumplak punjen yaiku sak kabahe anak kang di puji dadi tanggung jawab wong tua sawise di mantokake. secara umum yaiku  cara numpakake punjen utawa(pundi-pundi)kang di isi piranti tumplak punjen.
   Maksud lan maknane yaiku:
a)tasyakur kalian Allah SWT.
b)ngandakake kalian sanak kaluarga.
c)nfandakake kalian anak.
d)tanda tresna saking wong tuo marang anak.
e)tanda bakti anak kalian wong tuo.
Tata laksana yumplak punjen yaiku:
a)sambutan saking putra putri marang bapak ibu.
b)wangsulan bapak ibu.
c)sungkeman
d)wong tuo nyebarake  isi bakor.


“UPACARA KEMATIAN”

     Ana upacara nyadran,sing di lakoake sadurunge pasa ,yaiku sasi ruwah, kata ruwah podo karo arwah.
    Tradisi jawa uga nrima tradisi agama saka upacara kematian.
1)di sirami
Jenazah disirami kanggo banyu sing di kei kembang telon.
2)nganggoke tutup awak
Sawise disirami di kei tutup awak,yen wong islam di kafani,yen wong Kristen/katolik nganggo klambi biasa.\
3) do’a
Sawise kui jenazah di dongani,yen wong islam di shalati,yen wong krusten/katholik di lakokke misa jenazah lan pemberkatan minyak suci.
4)brobosan
Upacara peti jenazah di pikul, mbrobos se arahjarumjam ,di lakokke 3x.
5)badah bumi
badah bumi kui panggalian makam. Sadurungenggali makam salah siji kaluargone mimpin do’a supya pas penggalian makam ora enek halangan.
6)sur bumi
 sur bumi kui pas jenazah iwis dadi di makamke&di uruk lemah.
7)pecah gendeng
pecah gendeng kui di lakoake yan wafate dina setu,gendenge di pecah neng arep peti,sakdurunge mangkat neng mkam.
8)nguculke pitik
Yen sing mati duwe anak cilik, pitik siji di iculke.
9)gagar mayang
Yen sing wafat isih jejaka/gadis,di gawe 2 gagar mayang.
10)selametan
Selametan yaiku ngirim do’a karo sing wis wafat,jaluk supaya dosane di ampuni.
11)peritungan pas selametan
Mendak -1,di lakoake pas=
(dina wafat +354dina) utawa (dina wafat +1 tahun kalender -12 dina) mendak -2,di lakoake pas=
(dina wfat + 708 dina) utawa ( dina wafat + 2 tahun kalender -24dina) utawa ( mendak 1+ 354 dina)









“TEDAK SITI”

Tedak siti, iku salah sijineng tradisi masyarakat jwa sing arep di herus jaman. Dadi tedak siti yaiku miduk ning lemah utawa midun neng lemah. Penere, tradusu iki kanggo bayi sing umure 7 lapan utawa 7x35 dina (245 dina).
Per lengkapane yaiku:
-jadah 7 werna
-terus tumpeng yaiku sega kang di bentuk kaya kerucut kang di sajekke  karo urap sayur lan ingkung pitik.
-kurungan pitiksing di hiasi janur werna warni.
-tangga sing di gawe saka tebu arjuna.
Prosesipun ‘tedak siti’ di dhidisekke karo mbimbing anak ngidak jadah 7 werna. Sing wis di susun manut warana peteng neng terang. Terus di arahke kanggo munggah tangga sing di gawe saka tebu arjuna. Terus si bayi di lebokake neng jero kurungan pitik. Terus sebar beras kuning sing uwis di campur karo duit logam. Kanggo rebutan,sing keri dewe yaiku diadhusi  karo kembang setaman terus kanggo klambi sing anyar.






“KHITANAN”

       Khitanan utawa Sunat ing basa arab khitan uga bisa kasebut uga sirkumsisi (Inggriscircumcision) yaiku tumindak motong utawa ngilangake salah sijiné bagean utawa saluruh kulit panutup saka palananganFrenulum saka palanagan bisa uga dipotong sacara bebarengan ing sakjroning prosedur kang asring karan jeneng . Kata sirkumsisi kanthi asal usul saka basa Latin circum (kang ngandut arti "muter") lan caedere (artiné "motong/ngètok")
Sajarah
Khitan uga diwiwiti ing jaman prasejarah, wujud mengkana iku bisa dibuktekake dèning salah sijiné gua kang ana ing mesir awiwit jaman watu lan pasarena Mesir purba.[1] Alesan tumindak iki sish digambyarake ing mangsa iku kanthi irah-irah kang ana lan teori-teori kang kang njelasake tumindak khitanan utawa sunat bagean saka ritual pangorbanan utawa ngelakoni sunnah rosul (mangsa baliq).
Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/71/Khitanan.jpg/200px-Khitanan.jpg
Description: http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Bocah kang arep dikhitan
Ing pandhudhuk asring kasebut dèening mangsa tumuju kadewasa utawa ing donya kasehatan bisa uga kasebut mangsa pangubahan estetika utawa seksualitas



Bersih desa

Bersih desa iku salahsijining upacara adat Jawa sing diselenggara'ake bubar panen pari dadi maksude kanggo ngucapake syukur tandhuran pari brasil dipanen lan kasile apik.
Upacara adat iki kadhang uga diarani upacara 
mreti desa lan biasa digabung karo upacara adat sedekah bumi utawa mreti bumi.
Masing-masing dhaerah nduwe tata cara lan prosesi upacara sing seje-seje miturut kabiasaan masing-masing ning tujuane padha wae.

Sajarah

Ing jaman mbiyen upacara adat iki dikaitake karo Dewi Sri sing dianggep sebagai dewi pari merga kebrasilan panen iku kasil kemurahan saka Dewi Sri sing wajib disyukuri.

 Tujuan

  • Kanggo ngucapake syukur marang Tuhan sing wis aweh anugrah kasil panen pari sing melimpah
  • Kanggo njaga keslametan para warga desa saka gangguan hal-hal sing gaibroh utawa arwah sing gentayangan uga saka gangguan-gangguan penyakit, keamanan lan bencana.
  • Kanggo ngresi'ake desa lan wargane saka alangan utawa kesusahan supaya kaadaan desa dadi tentrem lan aman.

Prosesi

Prosesi upacara umume diwiwiti bubar panenan pertama utawa methik, lokasi upacarane pertama neng pesawahan sing wis dilengkapi karo ubo rampe antarane: janur kuning, kembang setaman, kemenyan, kaca, suri, banyu kendhijajan pasar, bungkusan sega lan gedhangBubar acara ndonga, pari sing wis dipetik digotong neng lumbung pari. Neng lumbung pari uga wis disiapake perangkat upacara lanjutane sing umume digawe saka godhong antarane godhong kluwih, dhadhap serep, godhong mojo, godhong tebu, godhong jati uga godhong luh. Masing-masing godhong iku nduwe fungsi lan makna.






“Tumpeng”

iku cara nyuguhaké sega lan lawuh jroning wangun bucu; amarga saka kuwi banjur diarani sega tumpeng. Olahan sega sing dianggo umumé arupa sega kuning, senadyan kerep uga digunakaké sega putih biasa utawa sega uduk. Cara nyuguhaké sega iki mligi Jawa utawa masyarakat Betawi katurunan Jawa lan biasané disuguhaké wektu kenduri utawa prayaan mèngeti kedadéyan wigati. Senadyan mangkono, masyarakat Indonesia wis ngenal kagiatan iki sacara umum.
Tumpeng uga diarani tumpukan sega kang padhet.Tumpeng bentuké kerucut. Bentuk kerucut nduwéni filosofi pangarep-arep supaya urip saya munggah lan dhuwur ing bab drajatpangkat, lan martabat.
Tumpeng tau diklaim dadi duwèkké Malaysia. Déné pangan liyané kang uga diklai yaiku kupatcendol, lan rendang.Tumpeng kanggo ubarampé upacara ingkang sifatipun seneng utawa suka uga sedhih. Ing acara ritual, tumpeng biyasané dihias karo sayuran lan iwak kang nduwéni teges kang sakral lan nduweni pralambang lan pangarep-arep.
Tumpeng bentuké kerucut lan ditata ing wadah utawa tampah kang diléméki godhong gedhang. Tumpeng manggoné ing tengah lan diubengi lauk lan sayur.
Jaman biyèn tumpeng wernané putih, nanging supaya katon éndah tumpeng banjur diwernani. Saiki tumpeng kuning kang dienggo ing upacara-upacara khusus. Saliyané tumpeng kuning kang kanggo upacara tradisiomal masyarakat Jawa, uga ana [[tumpeng putih].Jaman saiki banjur ana tumpeng-tumpeng kanthi werna liyané, kayata tumpeng ijo (daun suji campur daun pandan), tumpeng ireng (biji keluwek utawa abu merang padi), tumpeng abang (sari angkak utawa sari bayam abang), lan tumpeng orén (sari wortel)
Tumpeng yaiku sega kang bentuké kerucut kanthi werna-werna lauk pauk.Tumpeng dihidangké ing tampah kang arupa nampan gedhé, bunder, saka anyaman pring.Tumpeng biyasané dienggo ing upacara tradisional.Tumpeng ing ritual Jawa ana macem-macem jinisé, ana tumpeng sangga langit,Arga DumilahTumpeng Megono lan Tumpeng Robyong.Tumpeng kebak ing simbol kang nggambaraké makna kauripan.Tumpeng robyong asring dienggo dadi sarana upacara Slametan (Tasyakuran).Tumpeng Robyong dadi simbol keslametan, kasuburan lan kasejahteraan.Tumpeng kang bentukke kaya Gunung nggambarake kamakmuran kang langgeng.Banyu kang mili saka gunung bakal nguripi tanduran-tanduran.Tanduran kang bentuké ribyong diarani semi utawa semen kang tegese uri lan thukul ngrembakan.
Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/c3/Nasi_Tumpeng.jpg/280px-Nasi_Tumpeng.jpg
Description: http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Tumpeng

Sejarah
Bentuk tumpeng kaya bentuk gunungIndonésia kalebu nagara kepulauan kang nduwéni akeh gunung merapi.[4] Nenek moyang warga Indonesia nduweni persépsi tumprap gunung.[4] Gunung dianggep papan panggonan kang luhur.[4] Sega tumpeng utawa tumpengan nduwéni teges simbol gunung Mahameru.[4]

Tum­peng iki da­di tra­dhi­si su­guh­an kang di­gu­na­ka­ke jro­ning 
upa­ca­ra kang asi­pat ka­se­dhih­an ut­awa gum­bi­ra.[5]
Sa­we­ta­ra sum­ber nye­bu­ta­ké ma­na­wa ja­man mbi­yèn tum­peng mes­thi di­su­gu­ha­kèè sa­ka se­ga pu­tih.[5] Se­ga pu­tih lan la­wuh jro­ning tum­peng iku ngan­dhut mak­na, yai­ku se­ga pu­tih kang wu­ju­de ka­ya gu­nung­an utawa ke­ru­cut iku nglam­ba­nga­ké ta­ngan kang nyem­bah mring Pa­nge­ran.[5] Se­ga pu­tih uga nglam­bang­ké sa­mu­ba­rang ka­lir kang di­pa­ngan, da­di ge­tih lan da­ging ku­du di­pi­lih sa­ka sum­ber kang re­sik lan ha­lal. [5]Wu­jud gu­nung­an iku uga bi­sa di­te­ge­si mi­nang­ka pa­nga­jab su­pa­ya ka­ra­har­ja­ning urip ma­nung­sa san­sa­ya mung­gah lan dhu­wur.[5]
Kus­ta­wa EsyePang­ar­sa Ko­mu­ni­tas Kiai Da­mar Se­su­luh, mra­te­la­ka­ké tum­peng ut­awa in­thuk-in­thuk iku ngan­dhut pi­wu­lang lu­hur, yaiku pa­nga­ja­be ma­nung­sa ma­rang ku­was­aning Pa­ngéran.[5] Jro­ning uri­pe ma­nung­sa ing do­nya iku ana tra­pe, ka­ya kang ka­gam­bar ing tum­peng.[5]
Sa­na­jan wu­ju­dé ke­ru­cut, sa­ja­né tum­peng iku ka­pa­ra da­di te­lung trap.[5] Ngi­sor dhe­we, te­ngah lan pu­cu­kan ut­awa dhu­wur dhe­we.[5] Ka­beh ngan­dhut pi­wu­lang. Pe­rang­an pa­ling ngi­sor dhe­we kang di­pa­sa­ngi gu­dha­ngan lan ja­jan­an iku da­di ge­gam­ba­ra­ning do­nya­né ma­nung­sa. [5]De­ne trap ka­lo­ro utawa te­ngah iku da­di sa­ra­na me­ne­ping ra­sa ma­nung­sa kang­go nu­ju ka­sam­purn­an.[5] De­ne pu­cuk dhe­we da­di sim­bul pa­nga­ja­bé ma­nung­sa mring Gus­ti kang­go ngga­yuh ka­ba­ha­gyan ha­ki­ki. Yai­ku kang di­ara­ni il­mu sang­kan pa­ra­ning du­ma­di ana ing pu­cukan tum­peng ku­wi.[5] Mu­la ing pu­cu­kan di­tan­ce­pi lom­bok abang nga­cung je­jeg.[5] Iku kang­go pe­pe­ling su­pa­ya ma­nung­sa ku­du tan­sah eling ma­rang Kang Ma­ha Tung­gal, yai­ku Pa­ngéran.[5]
Ja­man mbi­yèn, se­se­puh kang mim­pin do­nga sla­me­tan lum­ra­he ba­kal ngu­dhar dhi­sik mak­na kang ka­kan­dhut jro­ning su­guh­an tum­peng.[5] Kan­thi ca­ra kang mang­ko­no iku wong kang meélu sla­me­tan ba­kal ma­nger­teni mak­na tum­peng lan an­tuk we­dha­ran kang aru­pa pi­wu­lang urip sar­ta pe­pe­ling.
Sedhekah Bumi, punika sami kaliyan sedhekah laut minangka wujud raos puji panuwun kagem Gusti ingkang Maha Agung ingkang sampun maringi kamurahan rejeki lan gesang ingkang mulya.. Sedhekah bumi biasanipun dipunleksanakaken saksampunipun panèn wonten satunggaling désa.
Désa-désa ingkang biasanipun ngleksanakaken sedhekah bumi utawi gas désa punika désa-désa wonten kabupatèn Blora. Kabupatèn Blora punika saktunggalé kabupatèn wonten Jawi Tengah.
Biasanipun sedhekah bumi punika saben dhaérah bènten-bènten paleksanaanipun miturut penanggalan Jawi. Contonipun punika ing désa Randublatung, sedhekah bumi dipunleksanakaken saben dinten pasaran Rebo pon, ing désa Sawahan saben dinten Jemuwah legi, lan saben désa kagungan dinten piyambak-piyambak.
Wonten ubarampe ingkang kedah dipun siapaken kangge bancaan, kadosta jajan pasar, pasung, dumbeg, tumpeng jajan pasar lan sanesipun. Saksampunipun siap, ubarampé punika dipun beta lan dipun kempalaken dados satunggal wonten panggénan ingkang biasanipun dipun anggep panggènan ingkang dados cikal bakal désa punika. Saksampunipun dipundongani uborampé utawi bancaan ingkang kathah wau dados rebutan warga désa ingkang wonten papan panggènan bancaan sedhekah bumi punika.
Acara punika dipun sambung kaliyan hiburan rakyat kados barongankethoprakseni tayub, campursari, utawi wayang kulit.










“Mendhem ari-ari”
Mendhem ari-ari iku salah sijining upacara kelairan sing umum diselenggara'ake malah uga ana neng dhaerah-dhaerah (suku-suku) liya. Ari-ari iku bagian penghubung antara ibu lan bayi wektu bayi esih neng jero rahim. Istilah liya kanggo ari-ari yaiku: aruman utawa embing-embing (mbingmbing.
Ing Jawa ana kapercayaan seulur papat, kakang kawah adhi ari-ari, ibu bumi, bapa angkasa. Wong Jawa percaya yen ari-ari iku sejatine salah siji sedulur papat utawa sedulur kembar si bayi mulane ari-ari kudhu dirawat lan dijaga misale enggon kanggo mendhem ari-ari iku diwei lampu (umume senthir) kanggo penerangan, iki dadi simbol "pepadhang" kanggo bayi. Senthir iki dinyala'ake nganti 35 dina (selapan).

Tata cara

Ari-ari dikumbah nganti resik dilebo'ake neng kendhi utawa bathok kelapa. Sedurung ari-ari dilebo'ake, alas kendhi diwei godhong senthe banjur kendhine ditutup nganggo lemper sing esih anyar lan dibungkus kain mori. Kendhi banjur digendhong, dipayungi, digawa neng lokasi penguburan. Lokasi penguburan kendhi kudhu neng sisi tengen pintu utama umah.
Sing mendhem kendhi kudhu bapak kandung bayi.











Sesajèn



Sesajèn iku salah sijining tradisi spiritual sing wujude nyediaake parsembahan utawa barang sesajen kanggo Tuhan utawa kanggo kakuatan supranatural liya sing dipercaya, sing tujuane kanggo ngungkapake rasa syukur utawa kanggo ngindarake murka.Makna tradisi sesajen iku mirip tradisi kurban, dadi nduwe tujuan utama sing sifate vertikal (Tuhan) lan uga uga horisontal (barang sesajen sing dibagiake).

Sajarah

Tradisi sesajen wis ana kawit pertama menungsa ana neng bumi. Tradisi iki lair meh bebarengan karo laire kabutuhan menungsa marang perlindungan saka sing dipercaya dadi panguasa alam (Tuhan, Dewa lan kakuatan supranatural liyane).














Nyadran



Nyadran iku salah siji prosèsi adat budaya Jawa awujud kagiatan setaun sepisan ing sasi Ruwah wiwit saka resik-resik makam leluhur, masak panganan tinamtu kaya déné apem, ater-ater lan slametan utawa kendhuriJeneng nyadran iki asal saka tembung sraddha, nyraddha, nyraddhan, terus dadi nyadran. PJ Zoetmulder ana ing buku Kalangwan uga nyritakaké bab upacara sraddha kanggo mèngeti sédané Tribhuwana Tungga Déwi ana ing tahun 1350. Upacara sraddha minangka pèngetan raja-raja síng wís puput yuswa uga sinebut ing kidung Banawa Sekar, nganggo uba rampé wujud baita (prau) síng digawé saka kembang (puspa, sekar). Tradisi nyadran pranyata wís lumaku wiwít jaman Majapahít nganti saiki. Pakurmatan kanggo leluhur isíh lestari lan dipepetri déníng masyarakat, khususé ing tlatah padésan. Nyekar ing sasi Ruwah nduwèni surasa utawa wulangan marang anak putu supaya padha tresna lan élíng marang leluhur














Munggah wuwungan



Munggah wuwungan iku salah sijining upacara adat sing diselenggara'ake bubar wuwungan dibangun/diadhek'ake neng proses mbangun umah. Istilah munggah wuwungan iki kadhang diarani munggah gendeng. Upacara iki diselenggara'ake wektu rangka wuwungan wis dadi ning gendeng urung dipasang.Upacara adat iki uga dikenal neng dhaerah-dhaerah liya neng Nusantara.Upacara iki sejatine upacara kanggo syukuran merga seneng umah sing dibangun wis nduwe wuwungan dadi sedela maneh wis isa dipanggoni lan ora bakalan kudhanan lan kepanasan. Puncak acarane yaiku kendhuren, utamane kanggo tukang-tukang sing mbangun umah lan tangga-tangga cedhak umah sing dibangun. Acara ditutup karo ndonga bareng sing dipimpin ulama. Biasane acara kendhuren munggah wuwungan iki diselenggara'ake awan utawa bubar shalet dhuhur, dadi seliyane kanggo mangan awan tukang-tukange uga jamaah lan ulama sing metu saka masjid utawa langgar isa langsung melu lan baline nggawa tentengan besek.Sesajen iki disiapake kanggo digantung neng salahsiji kayu neng wuwungan. Sing ora digantung mung bendhera abang putih sing dipasang nganggo galah sing dawane sedeng (ora patiya dawa), sing isa katon saka omah tangga-tanggane. Sesajen sing kudhu disiapake:







 “PANUTUP”


Ing wasana, dhumateng sedaya payaruwe ingkang tumuju dhumateng kasaenan tuwin kasampurnaning buku punika, kula kalih kanca-kanca tampi kanthi bingahing manah saha ngaturaken aganging panuwun. Mugi-mugi wonten gina paedahipun kagem para-para ingkang ami hangginakaken.



“NUWUN…………..!!!!!!!”

^_^